MANDAT YANG TUHAN ALLAH BERIKAN KEPADA MANUSIA
Secara fungsional, mandat adalah tugas dan tanggungjawab diberikan seseorang kepada orang lain [biasanya bawahan atau orang yang dipercayai] untuk bertindak mewakilinya; tugas dan tanggungjawab itu harus dikerjakan sampai tuntas, kemudian dipertanggungjawabkan kepada pemberi mandat. Konsep berpikir seperti itulah, yang digunakan oleh umat beragama, bahwa mereka mempunyai semacam kekuasaan terhadap lingkungan hidup. Namun, jika hanya kekuasaan saja yang ditampilkan, maka akan berdampak pada penyalahgunaan. Oleh sebab itu, digunakan istilah mandat [termasuk semua aspek-aspeknya], yang dipertanggungjawabkan kepada TUHAN Allah. Mandat bersifat mewakili, namun sekaligus mengandung makna sementara; mandat hanya berfungsi sesuai tugas yang diberikan, serta berlaku pada rentang waktu tertentu.
Setelah penciptaan, ada banyak hasil ciptaan, namun hanya manusia yang mendapat mandat dari TUHAN Allah atau sebagai mandataris-Nya. Ia membuat manusia berkuasa terhadap semua ciptaan, Maz 8:7. Atas nama mandat tersebut, seringkali manusia memberlakukan alam dengan semena-mena. Manusia melakukan eksploitasi dan eksplorasi tanpa batas terhadap alam, flora dan fauna. Akibatnya terjadi ketidakseimbangan serta kerusakan lingkungan dan sumber daya alam.
Agaknya, manusia pada masa kini telah lupa diri bahwa TUHAN Allah memberikan mandat kepada seluruh manusia, namun bersifat kontemporer atau sementara sesuai sikon hidup dan kehidupannya. Artinya, sebagai mahkota penciptaan, seluruh umat manusia merupakan mandataris TUHAN Allah. Tetapi manusia hidup dibatasi oleh rentang waktu dan lokasi, maka fungsi sebagai mandataris tersebut, terbatas pada lokasi dan waktu hidup dan kehidupannya. Jadi, atas nama adanya mandat dari TUHAN Allah, manusia meninggalkan kerusakan pada alam semesta, dan mewariskan hal itu kepada generasi berikutnya. Sebagai pemegang mandat dalam rentang waktu hidup dan kehidupannya, manusia perlu menyadari bahwa generasi berikut mempunyai hak yang sama untuk pengelolaan alam semesta.
Keteraturan Ciptaan
Yang Memuliakan TUHAN Allah
Mandat pada manusia dengan tujuan agar mereka berkarya sehingga tercipta keteraturan ciptaan yang memuliakan TUHAN Allah. Keteraturan ciptaan yang memuliakan TUHAN Allah berarti semua makhluk tertata dengan baik dan benar; adanya kesetaraan umat manusia; adanya hubungan baik antara manusia dengan alam dan sesamanya, sehingga mereka selalu bersyukur kepada TUHAN Allah. Dan, kesemuanya itu dapat diusahakan melalui banyak hal, termasuk mengembangkan serta meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan; memperjuangkan HAM; menggunakan dan mengelola hasil ciptaan untuk tujuan yang baik serta demi kepentingan manusia; serta mengembangkan kebudayaan dan hasil-hasilnya [misalnya iptek, bahasa, seni, tarian, nyanyian, dan lain-lain].
Keteraturan Ciptaan Yang Memuliakan TUHAN Allah, merupakan tugas dan tanggungjawab semua umat manusia. Karena Ia memberikan mandat yang tidak terbatas atau pada kelompok agama tertentu. Ia berikan kepada manusia pertama [dan diteruskan kepada turunannya sampai masa kini] ketika mereka diciptakan. Semua umat manusia terpanggil, dan harus memenuhi panggilan tersebut, untuk berupaya agar terciptanya keteraturan ciptaan. Ciptaan [khususnya manusia, flora, fauna, lingkungan hidup] yang telah rusak akibat dosa, eksploitasi dan eksplorasi tanpa batas, sehingga tidak bisa memuliakan TUHAN Allah, harus yang dipulihkan oleh manusia.
Jadi, mandat dari TUHAN Allah tersebut dalam rangka terciptanya keteraturan ciptaan yang memuliakan TUHAN Allah. Dengan itu, tidak terbatas pada benda-benda hasil ciptaan, melainkan mencakup perbaikkan seluruh situasi dan kondisi ciptaan. Ini berarti, jika manusia mengelola tanah atau bumi untuk menemukan mineral, maka ia pun harus memperhatikan situasi dan kondisi di sekitarnya; atau ketika manusia mengambil kayu dari pohon-pohon di hutan belantara, maka ia harus memperhatikan kondisinya setelah pengambilan, bahkan mempunyai perhatian pada kesejahteraan manusia yang berdiam di sekitarnya, dan seterusnya.
Dengan demikian, sebagai pemegang mandat dari TUHAN Allah, manusia bertugas bukan sekedar menaklukan tetapi sekaligus menata semua ciptaan. Manusia tidak boleh melakukan pembiaran-pembiaran sehingga hasil ciptaan terlantar karena tak terurus dan tetap pada ketidakteraturan. Manusia pun tidak boleh menggunakan mandatnya untuk menindas serta merusak ciptaan pada masanya. Artinya, karena mandat yang ada pada dirinya, maka ia [mereka] mengeksploitasi ciptaan sampai habis, sehingga tidak tersisa untuk generasi berikut. Mandat tersebut, juga mempunyai muatan pemeliharaan, penataan, dan keselarasan agar kelangsungan alam semesta dapat terjamin dan terus berlangsung. Walaupun ciptaan bersifat tidak abadi, namun kelangsungannya perlu dijaga. Manusia patut memeliharanya sedemikian rupa, sehingga dalam ketidakabadiannya, hidup dan kehidupan tetap berlangsung atau berjalan. Sebab, hanya TUHAN Allah sendirilah yang mengetahui rentang dan batasan waktu kelangsungan dan akhir alam semesta.
Mandat untuk menaklukan alam atau ciptaan bukan bertujuan untuk merusak dan mengjungkirbalikan tatanan serta keteraturan ekosistem, melainkan mengolah serta memanfaatkan demi peningkatkan kualitas serta kesejahteraan hidup dan kehidupan manusia. Alam semesta tercipta untuk manusia pada masa lalu, kini, dan akan datang. Itu berarti, segala sesuatu yang manusia lakukan sekarang, dalam kaitan hubungan manusia-alam, ia harus mengingat generasi akan datang. Dengan itu, manusia masa kini wajib melakukan penataan lingkungan hidup dan kehidupannya sehingga generasi mendatang dapat juga menikmatinya.