ARAB PRA-ISLAM
Tulisan ini berawal dari semacam debat - diskusi sosial (dalam ruang kuliah) antara mahasiswa; pada saat itu, ada yang memberi pernyataan bahwa, Agama datang ke/pada suatu kaum, agar kaum itu mengenal peradaban, budaya, serta keluar dari kegelapan kemudan masuk ke dalam terang yang dibawa oleh agama. Contoh, bangsa Arab adalah kaum yang tak beradab, tak mempunyai sejarah, ketika Islam masuk/datang, maka bangsa itu menjadi lebih baik, beradab, dan seterusnya. Pernyataan itu langsung dibantah/ditolak oleh mahasiswa lainnya, dan menyatakan bahwa, Setiap bangsa-kaum pasti ada sejarahnya, termasuk Arab sebelum Islam. Selanjutnya, mereka pun tak bisa menunjukan bukti-bukti bahwa adanya sejarah Arab pra Islam; mereka lebih tahu-hafal Sejarah perkembanagn Agama Islam, dan bukan Sejarah Arab sebelum Agama Islam.
Sebagai pecinta sejarah, yang ada di antara debatan seperti itu, melihatnya bahwa sangat banyak orang Indonesia yang tak tahu sejarah Arab sebelum adanya agama Islam; dan mereka berpikir atau beranggapan bahwa Sejarah Islam adalah itu juga Sejarah Arab.
Padahal ada perbedaan; Arab pra Islam dan setelah Islam mempunyai sejarah (dan sumber) yang berbeda, walaupun sama-sama berada batasan geografis yang sama. Juga, diriku cukup prihatin dengan banyak teksbook (yang mengajarkan) menunjukan bahwa Arab Pra Islam adalah masa jahiliyah, kegelapan, barbar, dan lain sebagainya, seakan sama-sekali tak ada rekaman sejarah yang baik dari sana.
Bangsa Arab sebelum lahirnya Islam, dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan ekonomi. Letak geografis yang yang cukup strategis; bahkan bangsa Arab telah dapat mendirikan kerajaan di antaranya Saba’, Ma’in dan Qutban serta Himyar yang semuanya berasa di wilayah Yaman.
Fakta bahwa Nabi Muhammad, al-Qur’an dan Islam muncul dalam konteks geografis Arab, mengimplikasikan sebuah asumsi bahwa suatu pemahaman yang komprehensif terhadap al-Qur’an hanya mungkin dilakukan dengan sekaligus melacak pemaknaan dan pemahaman pribadi, masyarakat dan lingkungan mereka yang menjadi audiens pertama al-Qur’an, yaitu Muhammad dan masyarakat Arab saat itu dengan segala kultur dan tradisinya.
Dan untuk memiliki pengertian yang sebenar-benarnya tentang asal mula Islam, maka satu hal yang perlu diketahui adalah bagaimana keadaan Arab sebelum adanya Islam, Muhammad, dan sejarah Islam terdahulu.
Entah apa yang menyebabkannya, sehingga sejak dulu, puluhan tahun yang lalu, di negeri ini, sejak SMP, khususnya para siswa (Muslim/ah) dan mungkin juga mahasiswa tak pernah mendapat informasi yang cuckup tetang sejarah Arab sebelum masuknya Islam.
Pada buku-buku teks pelajaran agama (Islam) pun, juga tak ada informasi tentang hal tersebut, dan hanya berkisah tentang ketiadaan sejarah sebelum muncul Nabi dan Agama Islam. Ada yang salah!? Tentu tidak juga, karena kecenderungan penyamaan sejarah bangsa, suku, sub-suku dengan Sejarah Agama dan Keagamaan. Akibatnya, tak salah jika banyak orang menerima bahwa Arab pra Islam adalah tanpa sejarah yang jelas.
Dengan demikian, jika mencoba memahami, mengikuti penawaran-penawaran yang bersifat ke-arab-araban di Nusantara (yang diklaim sebagai sesuatu yang Islami), maka sebetulnya itu adalah bentuk salah kaprah, karena bukan Islami melaikan unsur-unsur budaya Arab sebelum Islam (telah ada di sana) dan masih berkembang, dan kemudian dibungkus sebagai bagian dari ajaran agama Islam. [Mungkin saya salah, tolong luruskan].
Sebagai Pecinta Sejarah, diriku menolak bahwa Arab tanpa sejarah sebelum munculnya Agama Islam. Karena mungkin saja, terjadi, ‘sejarah di jazirah arab khususnya sebelum datangnya Islam ‘dianggap’ tidak ada, atau lebih tepatnya dihilangkan dari peta sejarah peradaban dunia.’
Suku-suku Kuno Arab
- Arab Ba’idah, yaitu kaum-kaum Arab terdahulu yang sejarahnya tidak bisa dilacak secara rinci dan komplit. Seperti Ad, Tsamud, Thasn, Judais, Amlaq dan lain-lainnya.
- Arab Aribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan Ya’rub bin Yasyjub bin Qahthan, atau disebut pula Arab Qahthaniyah.
- Arab Musta’ribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan Isma’il, yang disebut pula Arab Adnaniyah.
Kekerabatan
Bangsa Arab mempunyai akar panjang dalam sejarah, mereka termasuk ras atau rumpun bangsa Caucasoid, dalam Subras Mediteranian yang anggotanya meliputi wilayah sekitar Laut Tengah, Afrika Utara, Armenia, Arabiyah dan Irania. Bangsa arab hidup berpindah-pindah, nomad, karena tanahnya terdiri atas gurun pasir yang kering dan sangat sedikit turun hujan. Perpindahan mereka dari satu tempat ke tempat yang lainnya mengikuti tumbuhnya stepa (padang rumput) yang tumbuh secara sporadic di tanah arab di sekitar oasis atau genangan air setelah turun hujan. Bila dilihat dari asal-usul keturunan, penduduk jazirah arab dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu: Qathaniyun (keturunan Qathan) dan ‘Adaniyun (keturuan Ismail ibnu Ibrahim).
Orang, secara individu, tak (bisa) lepas dari komunitas; mereka menyatu dalam komunitas berdasar sub-suku dan suku (biasanya dinamai berdasar daerah/geografis tempat tinggal), serta di sekitar atau mengelilingi oase atau pun kuil ritus/penyembahan. Komunitas seperti itu lebih dikenal sebagai kabilah (kabilah-kabilah)
Keterikatan, sebagai anggota komunitas, tersebut, menjadikan mereka saling membela satu sama lain, walau bela yang salah atau tak benar. Karena kterikatan (dalam) kabilah berdasarkan pertalian darah dan asyabiyah atau kesukuan.
Religiusitas
Pada masa itu, masing-masing kabilah umumnya ‘memiliki’ pusat penyembahan (dan disembah) sendir; sehingga wajar jika terdapat sangat banyak nama-nama ‘Sang Ilahi’ di Jazirah Arab. Namun, di antara ratusan ‘Sang Ilahi’ tersebut, ada tiga yang utama, yaitu
- Manat, di Musyallal ditepi laut merah dekat Qudaid.
- Lata, di Tha’if.
- Uzza, di Wady Nakhlah.
Secara berkala, seiring dengan peputaran Bulan, sub-suku dan suku-suku Arab melakukan sejumlah ritus; misalnya
- Mereka mengelilingi patung-patungg, berkomat-kamit dihadapannya, meminta pertolongan tatkala kesulitan, berdo’a untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan
- Melakukan ziarah Thawaf disekeliling Objek Penyembahan (misalnya patung, batu besar, gunung, dan lain sebagainya)
- Mengorbankan hewan atau pun hasil pertanian ke/pada Yang Disembah
Yahudi. Agama ini dianut orang-orang Yahudi yang berimigrasi ke Jazirah Arab.Daerah Madinah, Khaibar, Fadk, Wadi Al Qura dan Taima’ menjadi pusatpenyebaran pemeluknya. Yaman juga dimasuki ajaran ini, bahkan Raja Dzu Nuwas Al Himyari juga memeluknya. Bani Kinanah, Bani Al Haarits bin Ka’ab dan Kindahjuga menjadi wilayah berkembangnya agama Yahudi ini.
Kristen. Agama ini masuk ke kabilah-kabilah Ghasasinah dan Al Munadzirah. Adabeberapa gereja besar yang terkenal. Misalnya, gereja Hindun Al Aqdam, Al Laj dan Haaroh Maryam. Demikian juga masuk di selatan Jazirah Arab dan berdiri gereja di Dzufaar. Lainnya, ada yang di ‘And dan Najran. Kalangan suku Quraisy yang menganut agama Kristen Bani Asad bin Abdil Uzaa, Bani Imri-il Qais dari Tamim, Bani Taghlib dari kabilah Rabi’ah dan sebagian kabilah Qudha’ah.
Majusiyah. Sebagian sekte Majusi masuk ke Jazirah Arab di Bani Tamim. Diantaranya, Zaraarah dan Haajib bin Zaraarah. Demikian juga Al Aqra’ bin Haabis dan Abu Sud (kakek Waki’ bin Hisan) termasuk yang menganut ajaran Majusi ini. Majusiyah juga masuk ke daerah Hajar di Bahrain.
Penyembahan kepada Benda-benda di Langit. Kususnya di Haraan, Bahrain dan di Makkah, mayoritas Bani Lakhm, Khuza’ah danQuraisy. Sedangkan penyembahan matahari ada di negeri Yarnan.
Al Hunafa.’ Menurut sumber-sumber Islem, ada Al Hanafiyun atau Al Hunafa’ disebut sebagai ‘Agama Hanif;’ sayangnya taka da apa pun tentang Agama Hanif.
Dari Berbagai Sumber
26 Agustus 2001