FONDASI PENDIDIKAN KRISTEN

TERAS KECERDASAN MANUSIA PENCIPTAAN  MANDAT DARI TUHAN ALLAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP MEMULIS JURNAL MASA DEPAN MANUSIA PERGAULAN-PERSAHABATAN PACARAN dan PERTUNANGAN PERKAWINAN   UU NO 1 TAHUN 1974 KELUARGA  KRISTEN TANGGUNGJAWAB ANGGOTA KELUARGA PERCERAIAN ZIONISME KRISTEN ARAB PRA-ISLAM GURU SEBAGAI KONSELOR SYLABUS MK AGAMA TUGAS DAN PANGGILAN GEREJA FONDASI PENDIDIKAN KRISTEN TAHAP PERKEMBANGAN IMAN

Stat Counter
how to track websites
Free Website Translator
 

Membaca karya Pazmino, Robert W.,  Fondasi Pendidikan Kristen: Sebuah Pengantar Dalam Perspektif Injili, selanjutnya Fondasi, agaknya harus mempunyai pengetahuaan awal yang cukup tentang Pendidikan Agama Kristen, selanjutnya PAK, dan aspek-aspek yang bertalian dengannya; Sejarah Gereja, dan aspek-aspek yang terkandung dalam (cara) berteologi dan teologi (apa yang disebut) Injili, termasuk apa kata Alkitab dalam terang pemahaman Kaum Injili. Hal tersebut patut ada, dan dilakukan, karena pendekatan dan dasar pemikiran Robert W Pazmino, selanjutnya Pazmino, adalah semuanya dalam Perspektif Injili. Pazmino secara tak langsung, mengakui hal itu, menurutnya, "... buku ini dimaksudkan untuk menjadi buku teks pengantar bagi mahasiswa tingkat lanjut dan mata kuliah di sekolah teologi. Pendekatan yang digunakan dalam bukunya sangat bergantung pada sumber kedua yang akan membantu para peserta didik mendapatkan pengalaman dan wawasan yang lebih luas, .." (hal 10).

Di samping itu, ada catatan kecil dari pembaca (saya), melalui Fondasi, Pazmino memberi atau menjelaskan, mungkin juga menulis hanya ulang dan mengsistimatikan, hal-hal yang selama ini sudah ada dan dipraktekkan oleh Gereja-gereja dalam Pendidikan Agama Kristen, pelajaran tentang hal-hal yang ada pada Agama Kristen, atau pun penendidikan umum (bukan hanya fokus pada pelajaran tentang agama Kristen) yang bersifat Kristiani, yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan Kristen.  

Karena secara khusus di Indonesia, ada aneka perbedaaan yang belum mencapai titik temu tentang pendidikan Kristen (istilah yang dominan dalam Fondasi); dan secara tersirat, pendidikan Kristen yang dimaksud dalam Fondasi adalah pendidikan umum (bukan melulu pada PAK) yang dilakukan oleh lembaga pendidikan Kristen; di dalamnya tidak mengkesampingkan apa kata Alkitab tentang pelajaran yang diajarkan.  Paling tidak, hal seperti itu, harus bisa dilakukan oleh seorang pendidik Kristen. Dengan itu, jika ia adalah seorang guru biologi, maka harus bisa mengungkap apa dasar Alkitab dari yang diajarkan; jika seorang guru olah raga, maka harus mampu memberi dasar Alkitab dari bidangnya, dan seterusnya.  

Dalam sistem pendidikan Nasional, PAK sebagai salah satu  bagian dalam kurikulum, wajib diajarkan pada hampir semua level pendidikan; isinya adalah pelajaran dan pengajaran mengenai pokok-pokok penting iman Kristen (biasanya mengikuti buku teks PAK). Sedangkan, umumnya, menurut Gereja-gereja di Indonesia, PAK adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan kontinyu dalam rangka mengembangkan kemampuan pada siswa agar dengan pertolongan Roh Kudus dapat memahami dan menghayati kasih Allah di dalam Yesus Kristus yang dinyatakannya dalam kehidupan sehari-hari, terhadap sesama manusia dan lingkungan hidupnya.

Oleh sebab itu, ketika seseorang, ingin mengetahui, memahami, mengerti dasar-dasar apakah yang menjadi landasan ketika membangun, melakukan,  serta mempraktekan proses pendidikan Kristen, maka ia bisa menggunakan  Fondasi  sebagi buku sumber  atau pun refrensi cukup lengkap. Namun, perlu juga memperhatikan, dalam Fondasi, pada satu kalimat ataupun alinea, ada sangat banyak pengulangan kata-kata, jika hilangkan tidak mengurangi makna; namun jika tidak hati-hati, justru tak menemukan pesan serta makna di dalamnya.  Hal itu, mungkin terjadi pada saat proses edit ke dalam bahasa Indonesia.

Melalui Fondasi pembaca menjadi tahu (atau sedikit mendapat informasi) tentang sikon sosio-kultural-religius Hispanik di Amerika Utara karena ditulis dari sudut pandang dua budaya tersebut dan sesuai dengan latar Pazmino yang Kristen Injili oikumenis. Pazmino melakukan hal itu sebagai tanggapan terhadap pandangan banyak orang men­ciptakan ketegangan yang tidak bisa diperdamaikan. Pertama, Hispanik secara umum diasosiasikan dengan wilayah Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan daerah Karibia, tetapi bukan Amerika Utara. Kedua, orang Kristen oikumenis dilihat sebagai bukan bagian dari orang-­orang yang menamai dirinya sebagai Injili. Akan tetapi, dari sudut pandang oikoumenis, Pazmino melihat keadaan pendidikan Kristen dan tantangan harus di hadapinya.

Sebagaimana dikutip Pazmino, menurut Alister McGrath, orang Kristen Injili berpotensi memberi kontribusi kontinyu dan berkelanjutan berkaitan dengan pertumbuhan ortodoksi dan menjawab kebutuhan untuk meng­ajarkan iman yang hidup di dalam dunia postmodern. Oleh sebab itu, orang Kristen terpanggil untuk tetap setia dalam teori dan praktik pendidikan Kristen untuk memastikan proses pengalihan iman kepada generasi selanjutnya.

Dalam rangka mendukung tugas pengalihan iman itu, para pendidik Kristen dipanggil untuk mengevaluasi pikiran dan praktik mereka yang berkaitan dengan isu mendasar mengenai pendidikan Kristen. Isu-isu pendidikan Kristen yang mendasar mewakili pertanyaan-pertanyaan selalu diajukan oleh mereka yang terlibat dalam pelayanan mengajar di gereja. Isu-isu layak itu untuk dipikirkan kembali dengan cermat oleh mereka yang mau merefleksikan pelayanannya di masa lalu, kini, dan akan datan.

Dalam Fondasi, mengeksplorasi praktik disiplin untuk membentuk konsep pendidikan Kristen secara menye­luruh dan terintegrasi, kemudian dari dalamnya bisa diambil prinsip dan panduan untuk praktik PAK.  Dengan demikian, para pendidik Kristen yang memiliki orientasi teologi injili harus melakukan usaha terpadu untuk memastikan cara pandang alkitabiah yang memberikan  otoritas esensial kepada teori dan praktik pendidikan Kristen; selain itu, juga harus menggabungkan cara pandang dari berbagai disiplin ilmu lain. Perlu diperhatikan bahwa penggabungan itu harus tun­duk pada otoritas firman Allah; dan dengan mengeksplorasi secara kritis berbagai fondasi yang sudah ada dan berpengaruh di dalam pemikiran Kristen.  

Para pendidik Kristen disadarkan agar menyeim­bangkan perhatian pada kontinuitas dan perubahan. Kontinuitas pada usaha menekankan kebenaran Alkitab yang menjadi panduan iman dan pelayanan pendidikan Kristen. Perubahan diperlukan dalam menekankan kebutuhan untuk menerapkan kebenaran teologi dalam hubungannya dengan variabel sejarah, budaya, sosial, dan personal. Usaha tersebut mengharuskan adanya upaya mengevaluasi kembali sumber-sumber alkitabiah dan teologi (yang telah ada atau diwariskan sebelumnya) dan berbagai tren yang meng­konfrontasi dunia dan masyarakat luas.

Saat mengeksplorasi area-area tersebut, penting untuk mengajukan pertanyaan signifikansi (dan juga upaya untuk menjawabnya) yang kontinu yang ada dalam praktek pendidikan Kristen. Sebelum membentuk seperangkat teori dan praktik pendidikan Kristen, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, memampukan para pendidik Kristen mengeksplorasi kemungkinan baru serta mempertimbangkan "kantong kulit anggur yang baru" untuk pendidikan Kristen. Melalui eksplorasi semacam itu, orang-orang yang peduli pada pendidikan dalam berbagai seting akan mampu mengidentifikasi prinsip-prinsip dan implikasi pendidikan yang bisa dipraktikkan. Proses mengajukan pertanyaan-pertanyaan (yang bersifat dan berhubungan dengan) PAK, berkaitan dengan dasar, prinsip, dan praktik pendidikan, menggam­barkan area-area ini dan hubungannya dalam sebuah sistem diagram (lihat gambar 1).

 

Pemikiran dan praktik pendidikan harus tunduk kepada otoritas Alkitab  sebagai Firman dari Allah untuk manusia dan segenap ciptaan. Dalam kaitan itu, Alkitab adalah instrumen kritis, dijadikan alat ukur agar mampu membedakan dan menilai peran para pendidik, peserta didik, serta proses pendidikan. Dengan terlebih dahulu mengeksplorasi fondasi-fondasi alkitabiah dan teologis, maka para pendidik Kristen menegaskan nilai universal serta mampu untuk menyeberangi batas budaya, kemudian membimbing mereka (siapa pun yang konsern pada PAK) dalam usaha dan pembentukan konsep pendidikan.

Pertimbangan yang diambil atau dipakai para pendidik adalah dasar-dasar alkitabiah dan teologis sebagai sarana mengidentifikasi asumsi-asumsi yang berbeda dan mempengaruhi orang-orang Kristen dalam pikiran dan praktik pendidikannya. Pertimbangan fondasi filosofis juga membantu para pendidik menentukan nilai-nilai universal dan kultural yang dipakai untuk menjadi dan mencapai tujuan pendidikan dan sumber pengetahuan. Nilai-nilai universal yang menyeberangi batas budaya itu adalah elemen kontinuitas, yang tidak terlalu terpengaruh oleh perubahan dan berbagai kejadian yang mungkin terjadi, walaupun demikian nilai-nilai itu tidak bisa terlepas dari peran interpretasi terhadap seting pendidikan.

Proses pendidikan melibatkan investigasi variabel budaya melalui disiplin ilmu sejarah dan sosiologi atau antropologi. Hal itu, membuat para pendidik Kristen memiliki kesadaran pada posisinya dalam ruang dan waktu. Variabel budaya memberi kepada para pen­didik kesadaran pada konteks proses pendidikan berlangsung, walau dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan waktu dan tempat.

Para pendidik Kristen, ketika menciptakan konteks pendidikannya tak boleh melupakan variabel budaya dan sub-budaya. Oleh karena itu, mereka berusaha keras menjadikan kebenaran penyataan Allah yang transkultural dan bersifat universal menjadi nyata bagi mereka yang terlibat dalam proses pendidikan. Dalam mengajar, para pendidik berusaha mengenal, mengerti, dan mengasihi sehingga pengajarannya berbicara langsung pada kebutuhan peserta didik. Hal ini, tidak berarti menanggalkan peran pendidik sebagai seseorang memberi pertanyaan kritis dan perspektif yang tidak diketahui peserta didik; kesadaran pada lokasi/posisi, konteks ruang, waktu dan masyarakat ini penting bagi pembentukan praktik pendidikan yang konsisten.

Di luar pertanyaan mengenai nilai-nilai universal dan variabel budaya, para pendidik dikonfrontasi oleh individu yang menjadi tanggung jawabnya. Pendidik Kristen perlu mempertimbangkan fondasi psikologis agar mampu membedakan variabel kelompok dan personal yang mem­pengaruhi pendidikan. Secara khusus, harus ikut dipertimbangkan peserta didik, yang saat ini ada dan terlibat, secara sukarela atau pun tidak. Dan juga, pendidik bertanggung jawab kepada orang tua, administrator, dewan pendidik, rekan sekerja, gembala, dan sejumlah orang dan kelom­pok lainnya, tergantung pada konteks pelayanannya.

Fondasi psikologis memberi pengetahuan pada pendidik memahami cara dan proses perkembangan seseorang, belajar, dan berinteraksi dengan orang lain. Juga, agar bagaimana pendidik berhubungan dan berinteraksi dengan berbagai kelompok orang dan struktur yang berhubungan dengan latar pendidikan, apakah di rumah, sekolah, gereja atau suatu komunitas. Dampak dari faktor sosiologi pada fondasi psikologi, mengindikasikan adanya interaksi antar-berbagai dimensi yang berbeda dalam proses pendidikan, dan juga adanya potensi keterbatasan dari cara pandang pendidikan yang analitis, atau sangat sistemik. Diagram sistem dan proses pada gambar 1, harus meliputi beberapa garis peng­hubung antara beberapa langkah yang mencerminkan kompleksitas hubungan tersebut. Garis tambahan juga bisa diimbuhkan untuk mene­kankan adanya umpan balik dari praktik pendidikan yang aktual pada berbagai fondasi dan isu-isu di dalamnya.

Langkah berikutnya, per­tanyaan tentang isi pendidikan, dan hal-hal yang  terstruktur dalam pendidikan Kristen, agar mampu mengidentifikasikan ajaran Kristen yang akan diajarkan kepada kelompok peserta didik. Warisan tersebut berasal dari berbagai sumber fondasi yang sudah ada dan diidentifikasi sebelumnya, akan membentuk isi dan bentuk kurikulum.

Perhatian utamanya adalah pengaturan pengetahuan dan identifikasi nilai serta kemampuan yang akan diteruskan kepada generasi selanjutnya. Pada situasi sekarang, termasuk pemaparan pengetahuan ke peserta didik dan kemampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat yang terus berubah. Memasukkan unit kompetensi komputasi, adalah salah satu contoh perhatian utama yang lahir karena pengaruh teknologi; contoh lainnya adalah kebutuhan pada pengenalan Alkitab dan teologi di komunitas Kristen.

Akhirnya, para pendidik Kristen harus menetapkan prinsip pen­didikan yang telah disarikan dari berbagai fondasi yang ada dan kemudian menerapkan prinsip-prinsip itu ke dalam praktik pendidikan. Eksplorasi fondasi yang cermat menjadi sangat penting sebelum seseorang dapat merumuskan prinsip dan panduan bagi praktik pendidikan. Yang sering terjadi adalah pertanyaan mendasar diabaikan atau jawaban untuk perta­nyaan semacam itu diasumsikan sebagai cara untuk memfasilitasi tirani yang menekan dalam latar gereja, rumah, sekolah, dan konteks pelayanan lainnya.

Seluruh proses pendidikan, walaupun diistilahkan sebagai sistem, terpengaruh oleh berbagai kejadian yang membuat pendidikan Kristen adalah gabungan dari berbagai aspek ilmu pengetahuan. Para pendidik Kristen terpanggil secara kreatif mengkombinasikan dan mengintegrasi cara pandang berbagai disiplin ilmu dalam pola pikir dan praktik pendidikan.

Pola pikir dan praktik pendidikan menggabungkan pengetahuan berbagai disiplin ilmu seperti seni murni dan terapan, ekonomi, ilmu politik, ilmu hayat, ilmu fisika, teori sistem, teori manajemen, teknik dan matematika; kenyataan itu, menurut Pazmoni, mendukung pernyataan bahwa semua kebenaran adalah kebenaran Allah. Oleh sebab itu, pendidik Kristen bisa turut serta menghubung­kan kebenaran Allah dengan cara yang kreatif di mana pun mereka berada di tengah-tengah dunia ciptaan Tuhan.

Jika orang Kristen ingin mendiskusikan pendidikan Kristen, maka harus siap dan sadar adanya karakter "preparadigmatic"; untuk menjelaskan area studi atau disiplin akademis yang belum mengembangkan paradigma dan pemahaman dominan dan diterima secara luas, kerangka berpikir, atau konsep yang dipakai sebagai panduan bagi semua pemikiran dan praktik.

Pada fisika dan biologi, bisa meng­identifikasi paradigma dominan; dalam ilmu sosial dan pen­didikan, lebih sulit mengidentifikasi paradigma dominan untuk dipakai sebagai panduan pola pikir dan praktik, sebab subjek studinya adalah manusia. Manusia lebih kompleks daripada proses kimia, fisika, dan biologi. Dari perspektif theistic kristiani, seseorang bisa memastikan bahwa kekompleksan itu timbul karena manusia diciptakan sebagai gambar dan rupa Allah.  

Tahap preparadigmatic pendidikan Kristen, karena didasarkan oleh hakikatnya sebagai makhluk yang diciptakan akan selalu berulang, mengimplikasikan bahwa tidak ada konsep atau praktik pendi­dikan yang sempurna sehingga selalu ada pembaruan dan per­ubahan. Hal ini sebagian disebabkan karena hakikat manusia dengan potensi terbatas bisa berbuat baik ataupun jahat. Perwujudan dari potensi ini bergantung pada hubungan para pendidik Kristen dengan Allah dan sejauh mana mereka mengikuti Allah dalam pola dan praktik pendidikannya. Oleh karena itu, tantangan yang di hadapi para pendidik Kristen adalah bagaimana untuk tetap setia, taat, dan kreatif dalam pemikiran dan praktik mereka. Dengan menggunakan berbagai sumber, para pendidik Kristen ditantang untuk mengembangkan pemahaman pendidikan Kristen yang terintegrasi, yang akan menjadi panduan bagi praktik pendidikan. Jika mengabaikannya, sama dengan membiarkan pserta didi terhanyut dalam usaha tanpa pertimbangan, dan pada akhirnya gagal untuk memuliakan Allah. Mengakui karakter preparadigmatic pendidikan Kristen juga berarti memberikan ruang bagi karya Roh Kudus yang mengherankan dan penuh rahmat dalam semua desain atau pendekatan pendidikan.

Tahap preparadigmatic pendidikan Kristen mengharuskan setiap generasi baru para pendidik Kristen untuk mempertimbangkan kembali pertanyaan-pertanyaan mendasar di atas. Tanpa mempertanya­kan pertanyaan-pertanyaan tersebut, para pendidik Kristen akan terus menggunakan konsep dan praktik kuno yang tidak berdasarkan pada Injil; dan terjebak dalam kekosongan budaya yang tidak memberikan dampak apa-apa serta menjadi tak responsif terhadap apa yang dika­takan Roh Kudus. Tugas itu secara khusus menjadi tanggung jawab mereka yang secara profesional dipanggil dalam dunia pendidikan Kristen di berbagai tingkat, umat Tuhan secara keseluruhan harus menge­nali tanggung jawab mereka untuk menentukan arah dan kualitas pendi­dikan Kristen yang dilaksanakan di rumah, gereja, sekolah, komunitas dan masyarakat. Kurangnya komitmen terhadap isu-isu mendasar akan menghasilkan keterbatasan kesempatan pada generasi masa kini dan masa depan.

1.  FONDASI ALKITABIAH

Agar bisa memahami pendidikan Kristen dan praktik pendidikan secara bertanggung jawab dari sudut pandang teologi Injili, para pendidik Kristen, harus berhati-hati memeriksa fondasi alkitabiah yang mendasari praktik pendidikan Kristen. Alkitab adalah sumber esensial untuk mengerti keunikan Kristen dalam pendidikan. Oleh karena itu, seluruh pemikiran dan praktik para pendidik harus dipimpin oleh kebenaran penyataan Allah ketika mereka berusaha taat kepada Kristus dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Mereka biasanya mengalami kebingungan dalam menghadapi keragaman teori pendidikan dalam masyarakat kontemporer. Dalam situasi seperti itu, eksplorasi terhadap fondasi alkitabiah menjadi penting untuk menilai praktik pendidikan. Penyelidikan seperti ini tidak menghasilkan teori dan praktik pendidikan yang steril atau kaku, yang tanpa ruang bagi kreativitas. Sebaliknya, pendidikan Kristen yang dibangun di atas pola berdasar Alkitab justru memberi pengalaman edukasional yang dinamis dan beragam.

Ada beberapa fondasi alkitabiah dalam Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru; fondasi-fondasi tersebut mena­warkan berbagai model atau paradigma ketika membaca teks Alkitab. Semua pendidik PAK mempunyai paradigma tersendiri yang mengarahkan pemikiran dan praktik pendidikan mereka kepada peserta didik atau murid-murid PAK. Pendidikan Kristen yang dibangun di atas pola yang berdasar Alkitab, akan memberi pengalaman edukasional yang dinamis, beragam, serta lebih luas.

Menurut Pazmino, pada banyak kasus, model-model tersebut kerap kali tidak diperiksa/diuji, dalam arti mengajarkan apa adanya. Tantangan bagi orang Kristen adalah memeriksa model-model itu, kemudian memperjelasnya, apakah didasarkan pada fondasi alkitabiah atau tidak. Berbagai model yang dibangun di atas fondasi alkitabiah akan berfungsi sebagai acuan untuk mengkaji semua upaya pendidikan dilakukan pada masa lampau, masa kini, dan masa depan.

Perjanjian Lama

PL memberi variasi yang luas tentang konteks historis dan komunal untuk mengeksplorasi hakikat dari belajar ­mengajar dalam komunitas orang Israel. Pazmoni mengikuti pemikiran Matias Preiswerk yang menggambarkan model pendidikan agama (Yahudi) pada masa PL, (hal 16).

 

Bisa dikatakan bahwa titik pijak pendidikan agama pada era Israel, dan kemudian berkembang pada masa-masa sesudahnya, adalah Ulangan 6, utamanya ayat 1-2, 4-9; dan terus menerus mengalami proses pengembangan seiring dengan perkembangan zaman (dan ilmu pengetahuan), kemudian menjadi baku (dan tetap ada tambah kurangnya) sebagai bentuk pendidikan Yudaisme/Yahudi, hingga era modern.  Dari,  berawal, dari Ulangan 6 lah, terbangun varian-varian baru model pendidikan dari/dan kepada umat Allah.

Isi atau muatan pada Ulangan 6, dalam kaitan dengan pendidikan, terdiri dari perintah, ketetapan, dan hukum yang diperintahkan oleh TUHAN, Allah Israel kepada Musa, dan kemudian kepada segenap Israel sebagai umat pilihan Allah, dalam sebagai umta kudus milik-Nya. Muatan tersebut menyangkut hampir kena-mengena dengan segenap aspek hidup dan kehidupan umat Israel. Dan, yang menjadi pelakon utama pendidikan, pada masa itu, adalah orang tua, (dari sebelum umat Israel menyerahkan tradisi mendidik anak kepada sekolah Torat dan para rabbi). Karena orang tua sebagai pelakon utama, menurut Ulangan 6, maka sikon pendidikannya adalah rumah dan di mana serta dalam keadaan apa pun; dengan itu, setiap pribadi umat, harus belajar agar mampu mengaplikasikan iman (kepada TUHAN) pada semua aspek hidup dan kehidupan.

Perjanjian Baru

Umat Kristen Kuno, sebelum ada PB atau  pra-perjanjian baru, khususnya yang belatar belakang Yahudi (biologis dan proselit) masih menggunakan tradisi dan model pendidikan dari/dan era PL/Yudaisme, walau muatannya ditambah dengan Yesus Kristus sebagai Nabi yang dijanjikan dan Messias diharapkan umat Allah; dan Ia adalah pemenuhan nubuatan para nabi kepada umat sejak dulu kala. 

Secara sederhana, bisa dikatakan bahwa penyusunan, pengumpulan (ulang) kata-kata Yesus (dan kisah-kisah seputar-Nya), termotivasi karena kebutuhan terhadap muatan atau isi pendidikan agama serta pelajaran iman terhadap sosok Yesus. Oleh sebab itu, penyusunan oleh Markus (sebagai orang pertama yang menulis Injil) kemudian para penulis berikutnya, melakukan klasifikasi begitu rupa, sehingga menghasilkan kronologis Yesus: dari lahir, bekerja, meninggal, bangkit, dan naik kesurga. 

Dengan demikian, dalam konteks PAK, maka ke empat Injil, bisa menjadi suatu bentuk sylabus dan kurikulum yang paling awal; dan itu yang dipakai gereja-gereja dalam rangka PAK yang serderhana yaitu mengenal dan percaya kepada Yesus Kristus sebagai Messias dan Juru selamat. Dalam perkembangan kemudian, ketika para rasul mulai menulis surat-surat, mereka membangun ajaran moral, etika, teologi berdasar sylabus dan kurikulum yang telah ada sebelumnya, yaitu keempat Injil. Dari situlah, Gereja Mula-mula (dan warisannya ada hingga kini) memperlihatkan tugas mereka pada bidang pendidikan; yang saling kait mengait satu sama lain, (hal 56).

Pazmino mengikuti pemikiran E.V.Hill yang menggambarkan jaringan pendidikan yang dilakukan oleh Gereja hasil padua ajaran Yesus menurut penulis Injil dan pesan-pesan dalam surat-surat para rasul. Gambaran jaringan lapangan baseball E.H.Hill, dalam permainan softball aturan yang ketat aturan ketat, namun pemain masih bisa berlari atau keluar dari garis-gari itu. Pada sikon pendidikan, para pendidik PAK dapat bergerak dengan bebas dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.

Sehingga, dalam pemberitaan (kerygma) gereja tercermin atau mencerminkan tugas-tugas dan panggilan gereja secara utuh atau holistik.

 

 

Iman dipandang sebagai sesuatu yang mengandung beberapa dimensi, yaitu notitia (afirmasi intelektual), assensus (afirmasi efektif), dan fiducia (afirmasi intensional) ketika seseorang merespon pekerjaan dan penyataan Allah dalam Yesus Kristus. Pendidikan dalam hal pemberitaan atau penginjilan berfokus pada memampukan seseorang untuk mengeksplorasi dan memahami dimensi-dimensi iman tersebut serta meneguhkan respons mereka.

Respons seperti itu mencakup, awalnya secara pribadi, kemudian dibagikan kepada orang lain. Pemberitaan (kerygma) adalah sesuatu yang krusial dalam proses tersebut, dengan adanya pertemuan-pertemuan yang mengandung unsur pendidikan menjadi sarana untuk mendiskusikan isu-isu iman yang melengkapi pemberitaan Injil.

 

Ada banyak pondasi Alkitab yang dapat diambil dan dirajut untuk membangun pendidikan Kristen dengan tujuan membentuk suatu karya tenunan yang indah dari pelayanan pada Yesus Kristus. Perspektif  Kitab Suci merupakan data esensial untuk membangun pelayanan pendidikan Kristen.  

Pada perkembangan selanjutnya, tugas PAK yang dilakukan oleh Gereja-gereja, sudah sejak lama, tak lagi hanya seperti pada Gereja Mula-mula, namun telah melakukan integrasi dasar-dasar pendidikan agama pada PL dan Gereja Mula-mula, sehingga menghasilkan fondasi PAK yang Alkitabiah berdasar PL dan PB. Hasilnya adalah,  yang sekarang, kini terlihat dan dipraktekan oleh Gereja-gereja di berbagai penjuru dunia.

2.  FONDASI TEOLOGIS

Pendekatan teologi dalam pendidikan Kristen. Untuk menegaskan penekanan pada perbedaan aspek-aspek kekristenan dalam teologi yang memandu pola pikir dan praktik pendidikan. Prefensi ini kadang menghasilkan keterbatasan ketika melakukan dialog dengan kelompok lain yang mengidentifikasikan dirinya sebagai komunitas akademis pendidik agama yang bersifat plurasitik dan beragama. Pendekatan (kaum) Injili pada pendidikan agama menekankan pada empat elemen yaitu

  1. Otoritas Alkitab. Firman Allah yang tertulis adalah Kitab Suci di dalam keutuhan dan keberagman isinya, dan dengan itu kaum Inili berusaha mengajarkan seluruh hikmat Allah. Elemen ini adalah panduan utama bagi gereja. Kitab Suci sebagai yang diinspirasi secara ilahi, dan orang percaya dipanggil untuk menemukan agenda alkitabiah di dalam pendidikan Kristen. Kitab Suci sebagai otoritas final dan penyaring yang digunakan untuk memeriksa semua kebenaran apakah sesuai dan konsisten atau tidak dengan dunia dan cara pandang kekristenan.
  2. Pentingnya pertobatan. Pemberitaan Injil dan pertobatan dalam pendidikan Injili adalah dua hal penting yang melengkapi katekisasi dan pembinaan. Katekisasi adalah instruski (dari pendidik Kristen) yang membina proses intergrasi kebenaran Kristen dengan hidup dan kehidupan; sedangkan pembinaan adalah aktivitas bina spiritual yang menghasilkan kebangunan Kristen. Katekisasi dan pembinaan seseorang yang sedang dan mau mempertimbangkan secara serius berkomitmen seumur hidup mengikuti Kristus sebagai Tuhan dan Juru selamat.
  3. Karya pembebasan Kristus. Orang Kristen Injili mempercayai doktrin fundamental Injil, termasuk inkarnasi dan kelahiran Yesus oleh perawan Maria, kehidupan Yesus tanpa dosa, kematian-Nya untuk menebus dosa, dan kebangkitan tubuh-Nya dasar pengampunan bagi orang berdosa, pembenaran hanya karena iman, dan regeranari spiritual bagi semua orang yang mempercayai karya penebusan Yesus Kristus.
  4. Pentingnya pertobatan pribadi. Orang Injili menekankan kebutuhan untuk menyeleraskan setiap pribadi di dalam Iman Kristen; dan untuk bertumbuh di dalam keintiman dan perjalanan relasi dengan Kristus.
  5. Di samping keempat elemen tersebut, sangat mungkin menggambarkan fondasi teologis dari pendidikan Kristen (menurut kaum Injil) merujuk kepada Pengakuan Iman Rasuli, yang memberikan kerangka untuk mengeksplorasi pertanyaan-pertanyaan teologi yang sesuai dengan Kitab Suci (hal 88, 89).

3. FONDASI FILOSOFIS

Secara umum filsafat berarti ilmu yang mem­bahas tentang natur realitas dan meneliti tentang prinsip-prinsip umum pengetahuan, eksistensi dan kebenaran; filsafat Kristen juga peduli tentang realitas dan kebenaran Allah. Bagi orang Kristen, Allah adalah sumber kebenaran dan realitas. Dalam analisis finalnya, pokok bahasan utama tentang filsafat Kristen adalah berkenaan dengan hubungan manusia dengan Allah Pencipta dan Penebus. Filsafat secara harfiah bisa diartikan sebagai "cinta akan hikmat;" dalam Kitab Suci, orang Kristen diingatkan bahwa Tuhanlah yang memberikan hikmat, dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandai­an (Ams. 2:6), dan bahwa takut pada Tuhan adalah awal dari pengetahuan dan hikmat (Ams. 1:7; 9:10). Selanjutnya, menurut Injili, di dalam Kristus tersembunyi segala rahasia hikmat dan pengetahuan ­(Kol. 2:3).

Fondasi filosofi, dalam hubungan dengan Alkitab dan teologi, memberi dasar-dasar universal bersifat transkultural dan kultural dalam rangka memandu pola pikir dan praktik pendidikan. Filosofi pendidikan berusaha mengartikulasikan skema pemikiran sistematis dan memberi kehidupan yang berfungsi memandu praktik pendidikan. Hal ini krusial karena pendidikan adalah buah dari akar filosofisnya. Tantangan bagi pendidik Kristen adalah menyusun suatu filosofi pendidikan yang bersifat eksplisit dan konsisten dengan cara pandang kristiani sementara tetap memberi tempat bagi terjadi dan adanya perbedaan.  

Cara pandang didefinisikan sebagai sekumpulan asumsi yang melahirkan pola pikir dan tindakan. Pola pikir kristiani adalah kumpulan kepercayaan fundamental yang menjelaskan hubungan antara Allah dengan ciptaan. Pozmino mengikuti pemikiran Arthur Holmes, seorang filsuf Kristen, yang menyatakan bahwa cara pandang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) mempunyai tujuan yang holistik, berusaha melihat seluruh area kehidupan dan pemi­kiran secara terintegratif; (2) menggunakan pendekatan yang memberi perspektif, dengan cara menilai segala sesuatu berdasarkan cara pandang sebelumnya dengan tujuan untuk memperoleh suatu kerangka berpikir terintegratif; (3) menyanyikan proses eksploratif dengan cara menyelidiki hubungan satu area kehidupan dengan lainnya dari perspektif utuh; (4) bersifat pluralistik sehingga perspektif dasar yang sama bisa terartikulasi dengan berbagai cara berbeda-beda; dan (5) menunjukkan hasil berupa tindakan, yang dihasilkan dari apa yang dipikirkan, dinilai berharga dan dilakukan. Karena itu tugas pendidik Kristen adalah mengeksplorasi cara pandang kristiani yang mempunyai implikasi langsung tindakan pendidikan.

Karena filosofi pendidikan Kristen atau filosofi Kristen tentang pendidikan didefinisikan didefiniskan sebagai usaha untuk menyusun secara sistematis beberapa pemikiran tentang pendidikan dan diberi makna berdasar pengajaran alkitabiah yang menyatakan ortodoksi iman Kristen. Bagi para pendidik Injili, merupakan suatu tantangan untuk memikirkan kembali pendidikan dari sudut pandang alkitbiah dengan berkomitmen pada otoritas Alkitab.

Pendidikan mengandung tantangan khas terhadap hadirnya berbagai filosofi pendidikan di dunia modern dan natur yang bersifat preparadigmatik. Berbagai macam definisi pendidikan ditempatkan sebagai suatu jajaran dua kutub, yaitu: pendidikan formal dan informal.

Pendidikan formal bersifat konvensional, yang disampaikan secara teratur, logis, terencana, dan mistematis; biasanya dikaitkan dengan institusi atau lembaga pendidikan, sekolah dan pengalaman kelas yang aktual. Pendidikan informal, sebagai pendidikan kehidupan; melalui identitas dan pengalaman yang dibagikan; terjadi di luar sekolah.

 

Sumber:
Pazmino, Robert W.,  Fondasi Pendidikan Kristen:
Sebuah Pengantar Dalam Perspektif Injili

JIKA ANDA GUNAKAN RINGKASAN INI
MAKA JANGAN LUPA MENULIS SUMBER

UPDATE OLEH JAPPY PELLOKILA

 

Jadi Mahasiswa Kristen, Jangan Nyuri Karya Orang lain

 

STOP COPY PASTE TANPA IZIN

Opa Jappy +62 81 81 26 858